Saturday, July 27POS VIRAL
Shadow

Viral – Meminta Keadilan Atas Kematian Sang Ayah Saat Wisuda

Tindakan Mahasiswa dalam Wisuda ini Viral!! Pasalnya CFH atau Candra Friyandy Harianja ini meminta keadilan atas kematian sang ayah.

Viral - Meminta Keadilan Atas Kematian Sang Ayah Saat Wisuda

Candra Friyandy Harianja merupakan Mahasiswa Universitas Negeri Malang merupakan seorang wisudawan dari Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Elektro, Program Studi Teknik Komputer dan Elektronika. Ia lulus dengan predikat cumlaude, dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,97.

Tindakan Mahasiswa bernama Candra dilakukan ketika ia naik ke panggung untuk menerima ijazah dari Rektor UGM. Candra membawa poster bertuliskan “Pak Rektor, Tolong Bantu Kami Cari Keadilan untuk Ayah Saya yang Dianiaya Polisi di Polres Bantul”. Candra juga mengenakan kaos hitam dengan gambar ayahnya dan tulisan “Justice for Pembadin Harianja”. Aksi Mahasiswa Candra mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk Rektor UGM, Panut Mulyono, yang mengatakan bahwa ia akan membantu Candra untuk mendapatkan keadilan. Panut juga mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Kapolri dan Kapolda DIY untuk mengoordinasikan kasus ini.

Kasus kematian Pembadin Harianja sendiri masih belum terungkap hingga saat ini. Pembadin Harianja adalah seorang pedagang sayur yang ditangkap oleh polisi pada tanggal 16 Oktober 2019, dengan tuduhan mencuri sepeda motor. Pembadin Harianja dibawa ke Polres Bantul dan ditemukan meninggal di sel tahanan pada tanggal 18 Oktober 2019. Keluarga Pembadin Harianja menduga bahwa ia meninggal akibat kebocoran oleh polisi, karena tubuhnya memiliki banyak luka lebam dan memar.

Polisi mengatakan bahwa mereka masih melakukan penyelidikan terkait kasus pembunuhan Pembadin Harianja, dan belum menetapkan tersangka. Polisi juga mengatakan bahwa mereka menghormati Aksi Mahasiswa Candra Friyandy Harianja, dan berharap agar ia bersabar menunggu hasil penyelidikan.

Berbagai Luka Dan Memar Yang Terlihat Dibadan Pembadin Harianja Ayah Dari Tindakan Mahasiswa

Luka dan memar yang terlihat di badan Pembadin Harianja adalah akibat dari dugaan dugaan oknum polisi di Polres Bantul, Yogyakarta, pada tahun 2019.

Menurut hasil otopsi yang dilakukan oleh tim dokter forensik dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Pembadin Harianja meninggal karena mengalami trauma tumpul di kepala, leher, dada, dan perut. Trauma tumpul adalah cedera yang disebabkan oleh benturan benda keras atau tekanan yang kuat, tanpa adanya luka robek pada kulit.

Beberapa luka dan memar yang ditemukan di tubuh Pembadin Harianja antara lain adalah:

1. Luka robek di bibir bawah dan luka lecet di pipi kanan, yang diduga akibat pukulan atau tendangan.

2. Memar di dahi, pelipis kanan, dan mata kanan, yang diduga akibat pukulan atau benda tumpul.

3. Memar di leher, dada, dan perut, yang diduga akibat tekanan atau benda tumpul.

4. Memar di lengan kanan dan kiri, paha kanan dan kiri, dan betis kanan dan kiri, yang diduga akibat pukulan atau benda tumpul.

5. Pendarahan di otak, yang diduga akibat trauma tumpul di kepala.

6. Pendarahan di paru-paru, yang diduga akibat trauma tumpul di dada.

Baca Juga :  Viral Video Kecelakaan Kapal Blue Lagoon Island, Hoak Bukan di Bali

Berbagai Keadilan Yang Diinginkan Candra Friyandy Harianja Atas Kematian Sang Ayah

Aksi Mahasiswa Candra Friyandy Harianja yang merupakan seorang wisudawan dari Universitas Negeri Malang, menyebarkan spanduk yang bertuliskan “Pak Kapolri, Tolong Bantu Kami Cari Keadilan untuk Ayah Saya yang Dibunuh”. Ayahnya, Pembadin Harianja, adalah seorang pedagang sayur yang ditemukan tewas dengan luka tusuk di leher di sebuah gubuk di Desa Sumberagung, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, pada tahun 2019. Kasus ini masih belum terungkap hingga saat ini.

Tindakan Mahasiswa bernama Candra Friyandy Harianja ini mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk rektor Universitas Negeri Malang, Prof Dr Ah Rofi’uddin, yang mengatakan bahwa ia akan membantu Candra untuk mendapatkan keadilan. Rofi’uddin juga mengatakan bahwa ia akan berkoordinasi dengan Kapolri dan Kapolda Jatim untuk mengoordinasikan kasus ini. Berbagai keadilan yang diinginkan Candra Wijaya atas kematian sang ayah adalah sebagai berikut:

– Keadilan hukum, yaitu penegakan hukum yang adil dan transparan terhadap oknum polisi yang diduga menganiaya ayahnya, Mulyadi, hingga meninggal dunia di sel tahanan Polres Bantul pada tahun 2019.

– Moral, yaitu pengakuan dan permintaan maaf dari pihak kepolisian, khususnya Polres Bantul, atas kesalahan dan kelalaian mereka dalam menangani kasus kematian ayahnya.

– Keadilan sosial, yaitu perubahan dan perbaikan sistem kepolisian, khususnya terkait dengan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia, pencegahan dan pemberantasan praktik-praktik kekerasan, serta peningkatan kualitas dan profesionalisme pelayanan publik.

Berbagai Sangsi Hukuman Bagi Oknum Polisi Atas Penganiayaan Seorang Tahanan

Hukuman bagi oknum polisi yang melakukan kejahatan terhadap tahanan dapat berupa hukuman pidana, hukuman disiplin, atau ganti rugi. Pidana kasus ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan hukuman yang berlaku yakni Pasal 351 KUHP tentang perjanjian, Pasal 354 KUHP tentang perjanjian terhadap sesorang, atau Pasal 422 KUHP tentang persetujuan terhadap pejabat. Hukuman yang disiplin dapat ditegakkan berdasarkan Peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah yakni Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin terhadap Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Contoh kasus yang dibuat oleh oknum polisi terhadap tahanan adalah kasus Sarpan, seorang saksi mata dalam kasus pembunuhan yang diduga dianiaya oleh oknum polisi di Polsek Percut Sei Tuan, Sumatera Utara, pada tahun 2020. Sarpan dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan dengan cara berdetak, disetrum, dan disiram air panas. Akibat karyanya tersebut, Sarpan mengalami luka-luka di tubuhnya dan trauma psikologis. Berbagai macam hukuman bagi oknum polisi atas kemanusiaan seorang tahanan tergantung pada tingkat kekerasan yang dilakukan. Berikut dibawah ini ada beberapa contoh hukuman sangsi yang dapat diberikan terhadap kompensasi terhadap tahanan:

• Jika oknum polisi melakukan tindakan ringan teradap seorang tahanan

Polisi tersebut dapat dijatuhi hukuman hukum dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak Rp 4.500. Selain itu, ia juga dapat dikenakan sanksi etik dan disiplin, seperti teguran, peringatan, atau penurunan pangkat.

• Jika oknum polisi melakukan tindakan yang berat terhadap seorang tahanan

Polisi tersebut dapat dijatuhi hukuman hukum penjara paling lama lima tahun. Selain itu, ia juga dapat dikenakan sanksi etik dan disiplin, seperti pemindahan jabatan, pemecatan, atau pencabutan hak.

• Jika oknum polisi melakukan tindakan melanggar batas seorang tahanan hingga mengakibatkan kematian

Polisi tersebut dapat dijatuhi hukuman hukum penjara paling lama tujuh tahun. Selain itu. Ia juga dapat dikenakan sanksi etik dan disiplin. Seperti pemecatan, pencabutan hak, atau perampasan barang. Sangsi hukuman yang diberikan kepada oknum polisi harus sesuai dengan prinsip keadilan, proporsionalitas, dan kemanusiaan.

Oknum polisi yang terlibat dalam interpretasi seorang tahanan harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan menghormati hak asasi manusia. Saksi yang mengetahui atau melihat pembongkaran seorang tahanan oleh oknum polisi harus memberikan keterangan yang benar dan jujur ​​kepada pihak yang berwenang. Saksi juga berhak mendapatkan perlindungan dari ancaman, intimidasi, atau penandatanganan yang berkaitan dengan keterangannya. viralfirstnews.com

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *